Arkadia: Pahlawan Dadakan dari Dunia Sebelah



Episode 1: "Hah? Aku Dimana Nih?"


Pagi yang Aneh

Ryzen menatap layar komputer, matanya sudah merah akibat begadang tiga malam berturut-turut. Tangannya sibuk memainkan keyboard, sementara sisa makanan instan dan kaleng kopi bertumpuk di sampingnya.

“Bos terakhir, siap-siap kalah!” katanya dengan penuh percaya diri.

Namun, tepat saat ia hampir mengalahkan musuh, layar komputer mati, diikuti suara khas "kluk-kluk" dari dispenser listriknya yang ikut padam.

Ryzen menatap kegelapan di depannya dengan ekspresi datar. “Ah, indahnya hidup di negara penuh kejutan.”

Ia baru saja hendak memaki-maki, ketika monitor yang mati tiba-tiba menyala kembali, memancarkan cahaya putih terang.

"Oke, ini kayaknya level baru dari error. Apa PC-ku kerasukan?"

Tanpa sempat berpikir lebih jauh, tubuhnya disedot masuk ke dalam layar. Suara jeritannya menggema. "SIAPA YANG MAIN TELEPORTASI BEGINI?!"


Bangun di Dunia Lain

Ryzen membuka matanya perlahan. Ia mendapati dirinya terbaring di padang rumput yang luas. Udara segar menyentuh wajahnya, dan burung-burung berkicau di kejauhan.

“Ini… bukan kamar?” Ryzen duduk dan menatap sekeliling, bingung.

Ia melirik tubuhnya. Kini ia mengenakan jubah kulit hitam yang keren, lengkap dengan pedang besar di pinggang.

“Whoa, siapa yang cosplay-in aku begini?” tanyanya pada diri sendiri sambil mencoba menarik pedang itu dari sarungnya.

CLANK!

Pedang itu tersangkut. Ryzen menariknya lebih kuat, dan akhirnya pedang itu terlepas—tapi momentumnya membuat ia terjatuh.

“Luar biasa. Baru masuk dunia lain, aku sudah jadi bahan meme.”

Namun, sebelum ia sempat meratapi nasibnya, suara geraman terdengar dari arah semak-semak. Ryzen menoleh dengan wajah pucat.

Seekor serigala raksasa muncul, sebesar truk pikap, dengan mata merah menyala dan taring yang meneteskan liur.

“Bukan mimpi. Ini jelas bukan mimpi. Dan aku jelas bukan pemeran figuran!”


Serigala Raksasa

Serigala itu mendekat dengan langkah pelan namun mengancam. Ryzen berdiri kaku, mencoba memikirkan cara kabur.

"Oke, kalau ini RPG, aku pasti dapat tutorial, kan? Mana tombol pause-nya?"

Namun, serigala itu tidak menunggu. Ia melompat ke arah Ryzen dengan taring ternganga. Dalam kepanikan, Ryzen mengayunkan pedangnya sambil berteriak, “JANGAN MAKAN AKU!”

Ketika ia membuka matanya, serigala itu sudah terkapar di tanah, tak bergerak. Pedang di tangan Ryzen bersinar lembut, seolah ingin mengatakan, "Selamat, kamu menang!"

Ryzen berdiri mematung. “Tunggu, aku menang? Serius? Ini nggak masuk akal! Aku bahkan nggak tahu caranya!”

Ia menatap pedangnya. “Kau luar biasa, pedang ajaib. Tapi kenapa nggak bisa bantu aku waktu pedang ini tersangkut tadi?”


Pertemuan dengan Lyra

Saat Ryzen masih sibuk berbicara dengan pedangnya, suara langkah kaki terdengar dari belakang. Ia berbalik dan melihat seorang gadis muda berambut biru terang mengenakan jubah penyihir.

“Kau… kau baru saja mengalahkan serigala itu?” tanya gadis itu, dengan nada kagum dan bingung sekaligus.

“Sepertinya begitu,” jawab Ryzen. “Tapi sumpah, aku nggak tahu gimana caranya.”

Gadis itu menatap Ryzen dengan serius. “Kau pasti Penjaga Dimensi.”

“Penjaga… apa? Itu nama grup musik atau bagaimana?” Ryzen mengerutkan dahi.

“Penjaga Dimensi adalah pahlawan yang dipanggil untuk menyelamatkan dunia ini,” jelas gadis itu. “Aku Lyra, seorang penyihir. Kau adalah harapan terakhir kami.”

Ryzen menghela napas panjang. “Serius? Baru beberapa menit di sini, sudah dikasih tanggung jawab besar? Aku bahkan belum sarapan.”


Menuju Kota Eldoria

Lyra memutuskan membawa Ryzen ke Eldoria, kota terdekat. Di perjalanan, ia menjelaskan tentang dunia Arkadia dan ancaman dari Drazel, penguasa kegelapan yang sedang bangkit.

“Jadi aku semacam karakter utama, ya?” Ryzen bertanya sambil mengangguk-angguk. “Hmm, bagus. Tapi ada gaji bulanan, nggak?”

Lyra menatapnya dengan bingung. “Gaji?”

“Ya, ini kerja, kan? Masa aku ngalahin monster cuma dapat ucapan terima kasih?” Ryzen menggeleng pelan. “Kalau begitu, lebih baik aku jadi NPC saja.”

Tiba-tiba, perut Ryzen berbunyi keras. Lyra mengeluarkan sepotong roti dari tasnya dan menyerahkannya pada Ryzen.

“Ini untukmu,” katanya.

Ryzen memeriksa roti itu. “Kenapa keras sekali? Ini makanan atau senjata darurat?”

Lyra terkikik. “Itu memang roti perjalanan. Rasanya tidak enak, tapi cukup mengenyangkan.”

Ryzen mencoba menggigitnya. “Kalau aku makan ini terus, aku bisa jadi bintang iklan odol dalam seminggu.”


Ketika Eldoria mulai terlihat di kejauhan, Ryzen berhenti dan mengamati benteng besar yang menjulang. Ia mendesah pelan.

“Oke, kalau aku memang harus menyelamatkan dunia ini, semoga mereka punya makanan yang lebih manusiawi,” gumamnya sambil berjalan lagi.

Lyra menatapnya dengan alis terangkat. “Apa kau sedang berbicara sendiri?”

Ryzen tersenyum kecil. “Bukan. Aku hanya memastikan aku tidak kehilangan akal di sini.”



Komentar

Postingan Populer